YOGYAKARTA- Terkait adanya wacana pelarangan aksi 299 yang digelar Presidium 212 di Jakarta hari ini Jumat (29/09/2017), pakar kepolisian Brigjen (Purn) Pol. Anton Tabah Dikdoyo menilai hal itu sudah melampaui batas. Menurutnya, aksi untuk menolak Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Peppu) dan menolak kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) tersebut, tidak boleh dilarang oleh Kepolisian Republik Indonesia (POLRI).
“Tidak boleh dilarang. Itu hak masyarakat. Kalau melarang melanggar hak asasi namanya. Yang tidak boleh itu anarkis. Kalau anarkis tinggal tangkap aja. Demo itu tidak ijin, tapi cukup pemberitahuan. Undang-Undangnya kan jelas, apalagi hanya memutar film G 30 S/PKI, juga jangan dilarang,” Tutur Anton didampingi Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti usai menjadi Khatib shalat Jumat di Masjid Diponegoro kompleks Balai Kota Yogyakarta.
Terkait tuntutan menolak Peppu, dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ini bahkan mendukung. Dia menilai saat ini negara memaksakan kegentingan dengan mengeluarkan Perppu pembubaran Ormas tersebut.
“Ada tiga syarat Perpu, pertama ada faktor kegentingan yang memaksa, kemudian ada faktor bahaya yang mengancam, yang ketiga hukum yang ada belum memadai. Apa udah genting? Ini bukan ada kegentingan yang memaksa tapi memaksakan kegentingan. Nggak ada kok kegentingan, nggak ada itu bahaya,” tegas mantan Pimpinan Polisi di Polda DIY ini.
Anton juga menegaskan jika saat ini indikasi bengkitnya paham komunisme ala PKI sudah mulai terasa. Ideologi komunis, kata dia, jelas bertentangan dengan Pancasila dan membahayakan negara.
“Bahaya komunisme harus diwaspadai, saat ini gejala bangkitnya PKI memang sudah sangat terasa, jadi memang harus dicegah,” pungkas purnawirawan jenderal yang pernah menangani kasus penistaan agama oleh budayawan Arswendo Atmowiloto, beberapa tahun silam.(kt1)
Redaktur: Ja’faruddin