YOGYAKARTA – Ikatan Keluarga Alumni LEMHANNAS Komisariat Daerah Istimewa Yogyakarta (IKAL-DIY) memberikan beasiswa Jogja International Writing Academy (JIWA) kepada 10 akademisi dari berbagai Perguruan Tinggi (PT).
Para penerima beasiswa rata-rata mahasiswa magister (S2) atau sudah meraih gelar master dan berprofesi sebagai Dosen. Penerima beasiswa JIWA sudah dinyatakan lolos dari serangkaian seleksi abstrak dari 200 pendaftar. Pendaftaran sendiri sebelumnya dibuka sejak 20 Oktober hingga 11 November 2018. Selanjutnya, penerima beasiswa yang dinyatakan lolos mengikuti kelas JIWA yang digelar dua hari, Rabu – Kamis (21-22/11/2018) di Atrium Premiere Hotel Yogyakarta, Jl. Laksda Adi Sucipto Yogyakarta.
Selain 10 akademisi penerima beasiswa dari IKAL DIY, ada 10 akademisi lain yang mengikuti pelatihan dengan beasiswa JIWA. 20 peserta pelatihan tersebut tak hanya dari PT di Indonesia, beberapa juga berasal dari mancanegara, antara lain dari Belanda, Denmark, dan Jepang.
Direktur Pelaksana JIWA, Raja Napitupulu, mengatakan, latar belakang dibukanya JIWA adalah karena saat ini setiap akademisi baik yang bergelar Master (S2) maupun Doctor (S3), bahkan Profesor dan Guru Besar wajib menulis di jurnal internasional. Ia mencontohkan, untuk mahasiswa S3 Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk bisa ujian tertutup harus menulis jurnal internasional.
“Tidak ada mata kuliah khusus yang mengajarkan bagaimana menulis di jurnal internasional yang baik. Kalaupun ada hanya metode penelitian, latar belakang dan seterusnya. Tapi bagaimana kita membuat suatu tulisan yang bisa diterima jurnal internasional bereputasi, itu yang penting. JIWA mengajarkan yang tidak diajarkan dimana-mana,” ujarnya di sela-sela pelatihan.
Raja mengungkapkan, pemateri JIWA adalah reviewer di salah satu jurnal internasional, sehingga mengerti batas bawah dan kriteria tulisan yang bisa dipublikasikan di jurnal internasional bereputasi. Para pemateri adalah Dicky Sofjan, SI.O, MPP.M.A., Ph.D, Dosen Program Magister UGM sekaligus Dean of The Jogja International Academy. Kemudian, Prof. Mark Woodwark, antropolog Amerika Serikat yang juga reviewer berbagai jurnal internasional.
JIWA memiliki tiga batch (tingkatan), yaitu basic yang diharapkan menghasilkan abstrak yang siap ditawarkan ke konferensi internasional. Kemudian Intermediate yang tujuannya menghasilkan satu kerangka artikel yang siap disusun. Sedangkan Advance menghasilkan manuskrip yang siap dikawal masuk jurnal internasional.
Di sisi lain Raja menjelaskan, keuntungan mengikuti JIWA, selain peserta bisa mengikuti ujian doctor, kalau peserta berprofesi sebagai dosen maka akan mendapatkan berbagai intensif dari pemerintah,
“Tahun lalu Kemenristek DIKTI menahan insentif sekian ribu profesor guru besar karena tidak menulis di jurnal. Harapannya dari 20 peserta Batch 1, Basic Class ini bisa 40 % yang karyanya bisa masuk ke jurnal internasional, tapi itu pun kalau mereka mau mengikuti kembali Batch Intermediate dan Batch Advance,” ujarnya.
Kendati animo peserta cukup tinggi, namun karena program JIWA berbayar, maka menurut Raja, agak sulit menjaring peserta. Oleh karenanya JIWA dalam pelatihan di Yogyakarta ini menggandeng IKAL DIY sebagai pemberi beasiswa, bukan donatur,
“Konteksnya pemberi beasiswa, bukan donatur. Ini agar penerima beasiswa bertanggung jawab dengan apa yang diperbuatnya, karena dasarnya kepercayaan pemberi beasiswa. Berbeda dengan donatur yang kadang dimanfaatkan untuk kepentingan di luar konteks, meski tidak semua begitu. Kita berharap pemberian beasiswa seperti ini juga bisa berkembang ke daerah-daerah lain, terutama di luar Jawa, karena di Jawa sudah terlalu padat pelatihan,” tukasnya.
Raja menambahkan, JIWA afiliasinya dengan Bali International Writing School, yang digagas beberapa tahun lalu. Setelah Yogyakarta, rencananya juga akan melaksanakan di Bandung, Jakarta dan Makasar. Ia berharap kampus dan pemerintah bisa bekerjasama dengan JIWA untuk pemberian beasiswa kepada para akademisi.
Sementara itu, Ketua IKAL DIY, Sugiyanto Harjo Semangun, S.E. M.Si menuturkan, IKAL DIY bersungguh-sungguh ingin berperan aktif dalam pelatihan penulisan jurnal internasional, karena IKAL memandang bahwa negara yang besar pasti ditopang oleh pendidikan yang kuat,
“Saya yakin bapak ibu di sini sebagai akademisi memiliki peran yang besar untuk kesejahteraan bangsa dan negara ini melalui peranannya dalam memajukan Pendidikan di Indonesia. Oleh karenanya IKAL DIY berkomitmen mendukung kegiatan ini,” tuturnya.
Sugiyanto menekankan bahwa Inti ketahanan nasional adalah sejahtera dan aman. Negara ini akan maju jika ada hubungan triangulasi yang bagus antara politik, ekonomi dan pertahanan. Ia mengibaratkan tiga hal tersebut adalah baling-baling pesawat Hercules,
“Ketiganya berputar dengan sinergis dan tidak saling mengganggu. Akan tetapi tentu saja sinergitas ketiganya sangat ditentukan oleh Pendidikan dan para akademisi memiliki peran penting di situ. Karena itu saya berharap kegiatan ini bisa berkelanjutan tidak hanya hari ini saja. Ini bisa berkelanjutan paling tidak setiap satu semester,” harap Sugiyanto.
Salah satu peserta penerima beasiswa, Samaun Hi. Laha, S.IP., M.I.P. Mahasiswa S3 di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, mengaku JIWA memberikan sesuatu yang baru, terutama masalah riset,
“Penjelasan pematerinya mendetail misalkan mengarahkan kita untuk lebih selektif dan out of the book, dari kebiasaan peneliti pada umumnya dan juga memberikan metode riview jurnal nasional dan internasional secara pribadi sebelum masuk ke review jurnal sesungguhnya sebelum diterbitkan, serta menjelaskan masalah-masalah mainstream yang sering ada, yang menyebabkan artikel kita tidak bisa diterbitkan,” kata Dosen Universitas Bumi Hijrah (UNIBRAH) Maluku Utara ini. (rd)
Redaktur: Ja’faruddin. AS