YOGYAKARTA – Revolusi digital dan era disrupsi teknologi adalah istilah lain dari industri 4.0. Disebut revolusi digital karena terjadinya proliferasi atau perubahan cepat dan terus menerus dalam teknologi komputer dan otomatisasi pencatatan di semua bidang.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Ikatan Keluarga Alumni LEMHANNAS Daerah Istimewa Yogyakarta (IKAL-DIY), Sugiyanto Harjo Semangun, S.E, M.Si, dalam seminar series Kebangsaan, Globalisasi dan Revolusi Industri 4.0, di Ruang Sidang Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri (FISHUM UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu (26/12/2018),
“Memasuki era industri 4.0, tantangan terbesar adalah pada generasi milenial, termasuk didalamnya adalah mahasiswa. Generasi milenial dituntut untuk terus berinovasi dengan cepat,” kata Sugiyanto saat menyampaikan makalahnya yang berjudul ‘Generasi Milenial dalam Konteks Adaptasi Menghadapi Tantangan Revolusi 4.0’.
Sugiyanto mencontohkan pada dekade tahun 1940-an dalam bidang otomotif, Amerika Serikat (AS) mengalami kejayaan dengan produk Mobil Ford yang berkapasitas bahan bakar besar. Namun Jepang tidak mau meniru, justru berpikir out of the box dengan menciptakan Toyota, mobil berukuran kecil dengan bahan bakar lebih irit, sehingga pasar otomotif dunia bisa dikuasai,
“Oleh karenanya, para akademisi, terutama mahasiswa harus bisa berpikir out of the box, berpikir tajam, kritis, dan kreatif, supaya tidak ketinggalan dengan negara-negara lainnya,” tutur Sugiyanto dalam kegiatan yang diselenggarakan FISHUM bekerjasama dengan IKAL DIY dan Moslems and Global Affairs (MOGA) tersebut.
Pakar geopolitik ini menjelaskan, industri 4.0 adalah bagian fenomena global. Persaingan negara maju, untuk menguasai pasar dunia seperti antara Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT), juga tak lepas dari pengaruh lahirnya industri 4.0,
“Aagar Indonesia bisa memenangkan persaingan di dunia internasional di tengah perubahan dan dinamika yang begitu cepat, semua tergantung pada proses transmisi (pewarisan, red) nilai antar generasi,” imbuhnya.
Nilai yang perlu diwariskan, ditegaskan Sugiyanto adalah Dasar Negara Pancasila, semboyan Bhinneka Tunggal Ika, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta landasan dari segala produk hukum yang berlaku yaitu UUD 1945.
Selain Sugiyanto, Dosen Fishum UIN Sunan Kalijaga, Dr. Phill. Ahmad Norma Permata, M.A juga dihadirkan sebagai pemateri pada seminar yang diikuti belasan akademisi dan mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di DIY tersebut.
Dalam pemaparannya Ahmad mengatakan, saat ini teknologi internet sudah menjelma seperti langit atau pengetahuan tertinggi. Bahkan, kata dia, dalam menggunakannya, seseorang tak perlu membutuhkan kepandaian khusus, cukup browsing melalui mesin digital Search Engine Optimization (SEO).
“Jadi sekarang kita kembali ke langit. Cukup dengan tanya ke ‘mbah google’ semua terjawab. Cara menggunakannya pun nggak perlu (orang) pinter-pinter, bahkan anak-anak juga bisa. Tak heran jika suku-suku di pedalaman sudah punya website. Artinya mereka punya akses kerjasama dengan pihak luar,” ujarnya.
Berkaitan dengan industri 4.0 yang salah satu penandanya adalah teknologi informasi tersebut, menurut Ahmad ada yang perlu diwaspadai. Yaitu, munculnya apa yang disebutnya sebagai artificial intelligence dan lahirnya kelas tak berguna. Kelas-kelas sosial baru yang muncul menurutnya banyak mengadopsi budaya global. Ia mencontohkan, hedonisme yang saat ini menjangkiti sebagian generasi muda,
“Jadi nasionalisme rasional, sebagaimana yang disampaikan ketua IKAL DIY tadi menjadi penting untuk menghadapi industri 4.0,” tegasnya.
Sementara itu, Dekan FISHUM, Dr. Mochamad Sodik, S.Sos mengatakan, Seminar series Kebangsaan, Globalisasi, dan Revolusi Industri 4.0 diselenggarakan sebagai respons perkembangan jaman dimana saat ini generasi muda mengalami situasi yang serba tidak pasti, karena perubahan-perubahan yang begitu cepat dalam berbagai hal.
Menurutnya revolusi industri 4.0 bukanlah revolusi biasa, namun hal yang luar biasa, sehingga menghadapinya juga dengan cara yang luar biasa,
“Kami yang berada di dunia akademik berusaha memberikan semacam arahan bagaimana kita sebagai bangsa yang besar mengatasi segala tantangan global, yaitu industri 4.0 ini. Jadi belajar itu harus antar negara, antar generasi. Dari sejarah kita memikirkan masa depan. Jadi bukan sejarah jadi beban, tapi dari sejarah inilah kita lompat untuk memperkirakan dan mengisi masa depan. Kami berharap anak-anak muda dan mahasiswa akan terus belajar dan belajar menghadapi tantangan masa depan ini,” harapnya.
Menurut Sodik, seminar akan ditindaklanjuti dengan FGD untuk menghimpun ide-ide dan gagasan yang kemudian dinarasikan untuk menjadi bahan rujukan bersama untuk menghadapi revolusi industri 4.0,
“Nanti kami dari FISHUM UIN Sunan Kalijaga dan IKAL akan terus memikirkan untuk matangkan konsepnya dulu, kemudian dirumuskan sehingga diharapkan menjadi rujukan dan solusi-solusi yang tepat untuk kemajuan masyarakat ke depan dalam konteks revolusi 4.0 yang memang belum pernah ada selama ini,” pungkasnya.
Seminar yang dimulai Pukul 09.00 hingga 11.30 WIB tersebut dimoderatori Dosen Ilmu Komunikasi Fishum UIN Sunankalijaga, Niken Puspitasari, S.I.P., MA. Acara diakhiri dengan pemberian cenderamata dari Ketua IKAL DIY kepada Dekan FISHUM dan Penyerahan piagam penghargaan dari Dekan FISHUM kepada para pembicara. (rd)
Redaktur: Ja’faruddin. AS