Oleh : Aditia Firmansyah*
Nama lengkapnya adalah Ahmad Mustafa bin Muhammad bin Abdul Mu’im al-Maraghi. Kadang-kadang nama tersebut dipanjangkan dengan kata Beik, sehingga menjadi Ahmad Mustafa al-Maraghi Beik. Ia berasal dari keluarga yang sangat tekun dan mengabdikan diri kepada ilmu pengetahuan dan peradilan secara turun-temurun, sehingga keluarga mereka dikenal sebagai keluarga hakim.
Al-Maraghi lahir di kota Maraghah, sebuah kota kabupaten di tepi barat sungai Nil sekitar 70 km disebelah selatan kota Kairo, pada tahun 1300 H/1883 M. Nama kota kelahirannya inilah yang kemudian melekat dan menjadi nisbah (nama belakang) bagi dirinya, bukan keluarganya. Ini berarti nama al-Maraghi bukan monopoli dari dirinya dan keluarganya.
Dia mempunyai 7 orang saudara. Lima diantaranya laki-laki, yaitu Muhammad Mustafa al-Maraghi (pernah menjadi Grand Syekh Al-Azhar), Abdul Azis al-Maraghi, Abdullah Mustafa al-Maraghi, dan Abdul Wafa’ Mustafa al-Maraghi. Hal ini perlu diperjelas sebab seringkali terjadi disalah kaprah tentang siapa sebenarnya penulis Tafsir al-Maraghi di antara kelima putra Mustafa itu.
Kesalah-kaprahan ini terjadi karena Muhammad Mustafa al-Maraghi (kakaknya) juga terkenal sebagai seorang mufassir. Sebagai mufassir, Muhammad Mustafa juga melahirkan sejumlah karya tafsir, hanya saja ia tidak meninggalkan karya tafsir Al-Qur’an secara menyeluruh. Ia hanya berhasil menulis tafsir beberapa bagian Al-Qur’an, seperti surah al-Hujurat dan lain-lain. Dengan demikian, jelaslah yang dimaksud disini sebagai penulis Tafsir al-Maraghi adalah Ahmad Mustafa al-Maraghi, adik kandung dari Muhammad Mustafa al-Maraghi.
Masa kanak-kanaknya dilalui dalam lingkungan keluarga yang religius. Pendidikan dasarnya Ia tempuh pada sebuah Madrasah di desanya, tempat dimana Ia Mempelajari Al-Qur’an, memperbaiki bacaan, dan menghafal ayat-ayatnya, sehingga sebelum usia 13 tahun Ia sudah menghafal seluruh ayat Al-Qur’an.
Di samping itu, Ia juga mempelajari ilmu tajwid dan dasar-dasar ilmu agama yang lain. Setelah menamatkan pendidikan dasarnya tahun 1314 H/1897 M, atas persetujuan orang tuanya, al-Maraghi melanjutkan pendidikannya ke Universitas al-Azhar di Kairo. Ia juga mengikuti kuliah di Universitas Darul ‘Ulum Kairo.
Dengan kesibukannya di dua perguruan tinggi ini, al-Maraghi dapat disebut sebagai orang yang ulet, sebab keduanya berhasil diselesaikan pada saat yang sama, tahun 1909 M.
Di kedua Universitas tersebut, al-Maraghi mendapat bimbingan langsung dari tokoh-tokoh ternama dan ahli dibidangnya masing-masing pada waktu itu. Seperti Syekh Muhammad Abduh, Syekh Muhammad Bukhait al-Muthi’i, Ahmad Rifa’i al-Fayumi, dan lain-lain. Merekalah antara lain yang menjadi narasumber bagi al-Maraghi, sehingga Ia tumbuh menjadi sosok intelektual muslim yang menguasai hampir seluruh cabang ilmu agama.
Setelah menamatkan pendiddikannya di Universitas al-Azhar dan Darul ‘Ulum, Ia terjun ke masyarakat, khusunya dibidang pendiddikan dan pengajaran. Beliau mengabdi sebagai guru dibeberapa madrasah dengan mengajarkan beeberapa cabang ilmu yang telah dipelajari dan dikuasainya.
Beberapa tahun kemudian, Ia diangkat men jadi Direktur Madrasah Mu’allimin di Fayum, sebuah kota setingkat kabupaten yang terletak 300 km sebelah barat daya kota Kairo. Dan pada taahun 1916, Ia diminta sebagai dosen utusan untuk mengeejar di Fakultas Filial Universitas al-Azhar di Qurthum, Sudan, selama empat tahun.
Pada tahun 1920, setelah tugasnya di Sudan berakhir, Ia kembali ke Mesir dan langsung diangkat sebagai dosen Bahasa Arab di Universitas Darul ‘Ulum serta dosen ilmu Balaghah dan Kebudayaan pada Fakultas Bahasa Arab di Universitas al-Azhar.
Pada rentang waktu yang sama, al-Maraghi juga menjadi guru di beberapa madrasah, di antaranya Ma’had Tarbiyah Mu’allimah, dan dipercaya memimpin Madrasah Utsman Baya di Kairo. Karena jasanya di slah satu madrasah tersebut, al-Maraghi dianugrahi penghargaan oleh raja Mesir, Faruq, pada tahun 1361 H.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya di Mesir, al-Maraghi tinggal di daerah Hilwan, sebuah kota yang terletak sekitar 25 Km sebelah selatan kota Kairo. Ia menetap di sana sampai akhir hayatnya. Ia wafat pada usia 69 tahun (1371 H/1952 M). Namanya kemudian di abadikan sebagai nama salah satu jalan yang ada di kota tersebut.
Adapun yang menjadi guru-guru Ahmad Mustafa al-Maraghi ialah : Syeikh Muhammad Abduh, Syeikh Muhammad Hasan al-‘adawi, Syeikh Bahis al-Mut’i dan Syeikh Rifa’i al-fayuni.
Selama aktivitas syeikh al-Maraghi menjadi guru dan dosen, ia telah melahirkan ratusan bahkan ribuan ulama, sarjana, dan cendikiawan muslim yang sangat dibanggakan oleh berbagai lembaga pendidikan di berbagai penjuru dunia.
Khususnya di Indonesia, di antara murid al-Maraghi yang paling terkenal antara lain : Bustamin Abd.Ghani, guru besar dan dosen program pasca sarjana IAIN Hidayatullah, (Jakarta), Mukhtar Yahya, guru besar IAIN Sunan Kalijaga, (Jogjakarta), Mastur Djahri, dosen senior IAIN Antasari Banjarmasin, (Kalimantan Selatan), Ibrahim Abd. Halim, dosen senior IAIN Syarif Hidayatullah, (Jakarta), Abd. Razaq al-Amudy, dosen senior IAIN Sunan Ampel, (Surabaya).
Al-Maraghi juga sibuk mengarang buku-buku ilmiah, dan salah satu yang selesai dikarangnya ketika di Sudan ialah “Ulum al-Balaghah”, di antara karya-karya tulis beliau adalah : Al-Diyanat wa al-Akhlak, Al-Hisbah fi al-Islam, Al-Mujaz fi al-Adl al-Arabi, Al-Mujaz fi Ulum al-Qur’an, Bahus wa Ara’, Hidayah al-Thalib, Tafsir al-Maraghi. ( karya beliau yang terbesar). (*)
*Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Al-qur’an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang