Ramadhan Bulan untuk Berubah

Oleh: Mukharom*

Bulan Ramadhan yang istimewa kali ini, sedikit berbeda dengan tahun sebelumnya, berbeda karena tahun ini dunia sedang dilanda wabah Virus Corona atau sering kita sebut Covid 19. Termasuk Indonesia, dari data yang terkonfirmasi, kecenderungannya terus bertambah korbannya yang terpapar virus asal negeri China tersebut. Dengan kebijakan pembatasan sosial atau Social Distancing dan Phisical Distancing berakibat segala aktivitas berjalan tidak normal, himbauan Pemerintah guna mengurangi penyebaran Virus Corona dalah kegiatan dilakukan di rumah (at home).

Ramadhan adalah bulan pendidikan, kenapa disebut dengan bulan pendidikan? Karena selama sebulan penuh kita dididik untuk menjadi manusia yang unggul dan berkualitas, caranya dengan meningkatkan kuantitas dalam beribadah dan bermualamah. Kita dididik kedisiplinan, disiplin waktu dan disiplin dalam bersikap. Disiplin waktu, yang kita jalankan adalah kita tepat waktu dalam berbuka dan sahur puasa, menahan diri tidak makan dan minum serta hal-hal yang membatalkan puasa sampai waktu berbuka puasa tiba. Selain waktu yang begitu berharga, Ramadhan juga mengajarkan kita untuk menahan diri dari sikap tercela yang akan mengurangi pahala berpuasa, seperti bohong, menggunjing dan hal tercela lainnya. Sikap positif inilah yang kita dorong dan dilatih selama Ramadhan, hingga nantinya menjadi kebiasaan baik.      

Ramadhan bulan ibadah dan perjuangan. Rasulullah dalam menyambut bulan Ramadhan yang begitu istimewa dengan memperbanyak ibadah, sehingga seolah-olah tidak mengenal dunia, memperbanyak ibadah, seperti shalat, membaca Al Qur’an, dzikir, bersedakah dan ibadah-ibadah lainnya. Namun begitu, bukan berarti Rasulullah melalaikan kehidupan dunia, justru Rasulullah sangat sibuk. Kehidupan dunia dan kepentingan akhirat pun seimbang. Keteladanan inilah yang seharusnya kita aplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari, kita tidak hanya sibuk dengan urusan dunia, tapi melalaikan urusan akhirat, begitu sebaliknya sibuk dengan urusan akhirat tapi melupakan urusan dunia. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Surat Al Qasos Ayat 77, yang artinya: “carilah negeri akhirat yang diberikan kepadamu, tapi jangan kamu lupakan bagimu dari dunia”  dan dalam Surat Adz Dzariyat Ayat 56, yang artinya “Aku tidaklah ciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka beribadah hanya kepadaKu” serta yang tiddak kalah penting adalan bahagia dunia dan akhirat, sesuai dengan doa kita setiap selesai shalat, hal ini tertuang dalam Surat Al Baqarah Ayat 201. Artinya: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia, juga kebaikan di akhirat. Dan peliharalah kami dari siska neraka”.

Jika kita menengok sejarah Rasulullah Muhammad Saw, dalam bulan Ramdahan terjadi ekspedisi militer, hal ini terjadi pada tahun ke 2 sampai dengan ke 8 Hijriyah yaitu terjadinya perang Badar, perang Uhud dan perang Parit. Semua perang diraih dengan hasil kemenangan dan Kota Makkah terbebas dari kemusrikan. Hal ini tertuang dalam Al Qur’an Surat Ali Imran Ayat 123 yang artinya: Allah telah menolong kamu di Badr ketika kamu dalam keadaan lemah. Maka bertakwalah kepada Allah, dengan demikian kamu bersyukur sejarah perjuangan inilah yang menjadi inspirasi bagi kita semua, bahwa perjuangan kita tidak menghadapi musuh nyata dengan berperang megangkat senjata, tapi musuh kita adalah memerangi hawa nafsu, itu jihad yang sangat besar. Rasulullah bersabda: Kalian telah pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran besar. Lantas sahabat bertanya, “Apakah pertempuran akbar (yang lebih besar) itu wahai Rasulullah? Rasul menjawab, “jihad (memerangi) hawa nafsu”.

Ramadhan bulan introspeksi, sarana bermuhasabah, baik hubungannya dengan Allah yang sering kita sebut Hablum Minallah dan hubungan dengan manusia disebut Hablum Minannas. Dengan hubungan secara vertikal, kita menyadari bahwa hubungan antara hamba dengan sang pencipta sangatlah dekat, oleh karena itu, dengan meminta ampunan atas segala dosa-dosa yang telah diberbuat, baik dosa yang baru dan dosa masa lalu, baik dosa yang disengaja maupun tidak disengaja. Aplikasinya adalah tidak akan melakukan dan mengulangi perbuatan dosa tersebut. Berbeda dengan hubungan vertikal, hubungan dengan manusia atau hubungan horisontal, harus diselesaikan antar manusia, dengan meminta maaf secara langsung jika memiliki kesalahan secara individu, termasuk dalam konteks Hablum Minannas adalah saling tolong menolong, bantu membantu, nasehat menasehati dan lain sebagainya. Dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 183 telah menegaskan bahwa kewajiban berpuasa adalah meraih derajat ketaqwaan. Di dalam Al Qur’an kata taqwa ditemukan sebanyak 259 kali dengan derivasi dan makna yang beragam. Sebagai contoh bertaqwa dari maksiat, maksudnya waspada dan takut terjerumus dalam maksiat.  Hal ini mengandung arti bahwa esensi taqwa adalah tidak hanya membahas soal ibadah ritual saja akan tetapi bisa dalam aplikasi muamalah, bergaul dan ajaran untuk melakukan kebaikan-kebaikan antar sesama manusia dengan mengharap ridlo Allah Swt, disisi yang lain taqwa berorientasi guna mencegah manusia untuk menghidari dari hal-hal yang dilarang oleh Allah karena takut akan dosa dan azab Allah. Oleh karena itu bagi orang yang dapat menjalankannya akan mulia di sisi Allah, sesuia dengan firmanNya “Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kalian” (QS. Al Hujurat: 13).

Taqwa juga akan membentuk karakter manusia, adapun karakter orang bertaqwa telah digambarkan dalam Al Qur’an surat Al Baqarah Ayat 2 sampai dengan 4, karakter orang bertaqwa diantaranya adalah menafkahkan sebagian rizqinya. Dalam bulan Ramadhan ini dianjurkan untuk meningkatkan ibadah dalam bentuk sosial, dengan melatih kesalehan sosial, berupa kepedulian terhadap orang yang secara materi masih dibawah standar hidup yang layak, atau dalam konteks saat ini, dengan adanya wabah virus corona, mereka yang kena dampak secara ekonomi membutuhkan bantuan dari para dermawan untuk meringankan beban hidupnya. Termasuk fakir miskin dapat merasakan kepedulian yang disalurkan oleh kaum berada atau mampu secara harta benda atau materi. Membangun kesalehan sosial perlu dilatih sejak dini, artinya melatih rasa peduli bagi sesama harus diajarkan dari anak-anak, sehingga kelak dewasa akan terbiasa membantu antar sesama. Kesadaran ini perlu ditumbuhkan dan dibangun oleh individu maupun kelompok, dalam hal ini adalah instansi atau lembaga swadaya dengan tujuan mengorganisir untuk membantu sesama.

Sinergisitas antara membangun keslehan spiritual dan kesalehan sosial harus secara bersama-sama, tidak dipisahkan, jika tidak seiring maka akan timpang, karena implentasi kesalehan spiritual adalah dalam bentuk sosial, sedangkan kesalehan sosial bagian dari ajaran agama secara spiritual, hal ini sesuai dengan Al Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 3 yang artinya “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka” dalam konteks ayat ini sudah jalas antara kesalehan spiritual/individual dan kesalehan sosial tidak dipisahkan, Allah memerintahkan untuk mendirikan shalat (kesalehan spiritual) kemudian memerintahkan untuk menafkahkan sebagian hartanya (kesalehan sosial). Kedua karakter tersebut merupakan bagian dari ciri-ciri orang bertaqwa.

Ramadhan bulan untuk berupah, sejatinya mempersiapkan manusia untuk hidup lebih baik, dengan meraih kesuksesan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Dengan cara bersungguh-sungguh mengerjakan kewajiban di bulan Ramadhan, berpayah-payah dalam beribadah artinya mengkader pribadi untuk menjadi lebih baik, dengan imbalan yang besar, karena diberikan langsung oleh Allah Swt dan meraih derajat taqwa. Semoga momentum kali ini tidak terlewatkan begitu saja. Namun, memaksimalkan untuk memanfaatkan dengan sungguh-sungguh mengharap ridlo Allah Swt.   (*)

 

* Dosen Fakultas Hukum Universitas Semarang (USM) dan Mahsiswa Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH) Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com