YOGYAKARTA – Pesan berantai tentang efek negatif penggunaan masker seperti mengakibatkan keracunan gas buang pernafasan karbondioksida (CO2) dan kekurangan oksigen (O2) atau hipoksia marak beredar di media sosial dan grup-grup percakapan dalam beberapa waktu belakangan ini.
Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan-Bedah Kepala Leher RSA UGM, dr. Mahatma Sotya Bawono, M.Sc, Sp.THT-KL., membantah klaim mengenakan masker bisa menyebabkan keracunan gas buang pernafasan karbondioksida (CO2) dan kekurangan oksigen (O2).
“Belum ada bukti yang mendukung kalau pemakaian masker berefek negatif seperti mengakibatkan keracunan karbondioksida dan kekurangan oksigen,”tegasnya saat dihubungi Rabu (12/8).
Dia menyampaikan penggunaan masker aman bagi kesehatan telah dibuktikan oleh para tenaga kesehatan. Bahkan dalam operasi yang berlangsung hingga bereberapa jam, belum pernah dijumpai kasus baik dokter maupun tenaga medis lainnya yang mengalami keracunan karbondioksida dan maupun kekurangan pasokan oksigen hingga linglung atau pingsan akibat sirkulasi udara yang kurang lancar karena terhalang masker.
“Kalau sampai ada nakes yang pingsan itu bukan murni karena maksernya. Perlu dilihat juga adanya faktor lain pada individu tersebut, bisa jadi kondisinya lapar dan dehidrasi sehingga tanpa pakai masker pun sudah ada risiko pingsan,” papar pria yang akrab disapa Boni ini.
Penggunaan masker, lanjutnya, justru dianjurkan di masa pandemi ini sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19 ketika beraktivitas diluar rumah dan berinteraksi dengan orang lain. Penelitian menyebutkan masker terbukti efektif mengurangi transmisi virus corona yang berukuran nanometer. Namun begitu masker, termasuk jenis N-95 masih bisa ditembus oksigen dan karbondioksida sehingga tidak menganggu sirkulasi udara dalam pemakaiannya.
“Masih ada celah untuk udara bertukar. Kalau tidak tembus sama sekali, 3 menit setelah pemakaian masker bisa langsung pingsan,” terangnya.
Oleh sebab itu Boni meminta masyarakat untuk tidak khawatir menggunakan masker karena aman bagi kesehatan dan bisa melindungi diri dan orang lain dari penyebaran virus corona. Namun begitu, dia mengimbau masyarakat umum untuk tidak memakai masker N-95 yang diperuntukkan bagi tenaga kesehatan yang menangani pasien berisiko tinggi.
“Memakai masker N-95 memang kurang nyaman serta melelahkan dan ini memang hanya untuk nakes yang berhubungan langsung dengan pasien Covid-19. Karenanya, masyarakat umum cukup memakai masker kain tiga lapis dengan memperhatikan cara penggunaan dan melepas yang benar,” jelasnya.
Dokter spesialis paru RSA UGM, dr. Siswanto, Sp.P., menambahkan pemakaian masker aman bahkan saat berolahraga. Memakai masker saat berolahraga aman bagi kesehatan dan tidak menganggu fungsi paru-paru. Sebab, dari sisi fisiologis kapasitas paru-paru manusia jauh lebih tinggi hingga 200 kali dari kapasitas jantung dan pembuluh darah.
“Bahkan ada jenis masker khusus yaitu elevated training mask yang biasa digunakan untuk melatih kebugaran,” ungkapnya.
Sementara pada kasus meninggalnya pesepeda saat memakai masker, Siswanto menjelaskan hal itu lebih disebabkan gangguan pada jantung atau pembuluh darah, bukan permasalahan fungsi paru-paru.
“Penggunaan masker dapat menurunkan risiko tertular Covid-19 dan tidak ada perbedaan dampak negatif pada fungsi paru maupun parameter metabolik,” terangnya. (pr/kt1)
Redaktur: Faisal