Trend Berwisata di Yogyakarta Berubah, Desa Wisata Berpeluang Diberi Ijin Uji Coba Terbatas

YOGYAKARTA – Dari total 139 destinasi wisata yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Dinas Pariwisata  (Dispar) telah memberikan ijin Uji Coba Terbatas beroperasi kepada 93 destinasi wisata.

Dari pantauan terhadap destinasi wisata yang diberi ijin uji coba dengan jaminan menerapkan protokol kesehatan secara ketat tersebut, Dispar DIY mencatat ada perubahan trend wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta.

Kepala Bidang (Kabid) Pemasaran Dispar DIY Marlina Handayani mengungkapkan, selama New Normal wisatawan Yogyakarta lebih banyak mengunjungi destinasi wisata alam. Hal itu berbeda dengan waktu normal dimana wisatawan banyak berkunjung ke daerah perkotaan,

“Bisa kami simpulkan dari situ bahwa wisatawan lebih cenderung mengunjungi daerah yang terbuka, panas dan alam. Lebih cenderung tidak bergerombol,” tuturnya dalam Webinar bertajuk Sinergi Menumbuhkan Sektor Pariwisata Pasca Pandemi yang diselenggarakan Forum Wartawan Ekonomi DIY bekerjasama dengan asuransi AXA Mandiri, Selasa (17/11/2020).

Marlina mengungkapkan, dari data aplikasi viting jogja, selama New Normal kunjungan wisatawan ke Yogyakarta tertinggi pada bulan Agustus, yaitu mencapai  40 ribu. Rata-rata kunjungan wisatawan di akhir pekan, Sabtu dan Minggu, mencapai 30 hingga 36 ribu pengunjung.

Marlina menjelaskan, mayoritas wisatawan yang berkunjung ke DIY selama masa New Normal dari wilayah DIY sendiri dan dari Jawa Tengah. Rata rata pengunjung usia milenial yaitu dari usia 18, 25, 35 tahun.

“Itu adalah rata rata pengunjung ke jogja di bulan november. Jadi yang kami promosikan bukan ayo datang ke jogja, tapi #diJogjaaja, bagaimana agar masyarakat Jogja berwisata di Jogja aja, tidak kemana-mana,” ujarnya.

Melihat trend tersebut, kata Marlina, sebenarnya ada peluang desa wisata untuk diberikan ijin uji coba terbatas, namun dengan syarat bisa memberi garansi untuk melaksanakan protokol kesehatan secara ketat dengan menerapkan 4 M (Memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan menjauhi kerumunan),

“Untuk membuka atau memberikan peluang destinasi atau industri wisata untuk melakukan uji coba terbatas itu kita melihat dulu garansi terhadap pelaksanaan protokol kesehatan. Selama ini problem desa wisata untuk kontrol wisatawan yang masuk tidak pada satu titik, karena pintu masuknya banyak,” tukasnya.

Menurutnya, Dispar DIY dimasa Pandemi juga tetap melakukan upaya memberdayakan desa-desa wisata dengan menyiapkan terlebih dahulu kondisi dari area desa wisata dan masyarakatnya agar bisa menerapkan protokol kesehatan dengan menerapkan 4 M,

“Di setiap beberapa meter harus ada tempat cuci tangan disiapkan juga dengan sabun, jika ada tamu di situ, pintu masuk homestay harus ada termo gun untuk mengukur suhu, ada warning untuk tetap menerapkan protokol kesehatan, seperti lokasi wajib pakai masker,” terangnya.

Di sisi lain Marlina mengakui perlu ada peningkatan digitalisasi sistem dan pendampingan desa wisata di era pandemi. Kendati sudah melakukan melakukan beberapa program-program pendampingan, namun belum semua desa wisata dapat disentuh. Namun demikian pihaknya tetap melakukan pendampingan kepada desa wisata yang ada di Jogja yaitu dengan berkoordinasi dengan Kabupaten terkait desa wisata mana yang diprioritaskan. Dispar juga mempunyai kebijakan ke depan bagaimana untuk menerapkan pentahelix. Yaitu pemerintah bersinergi dengan media, akademisi, bisnis, dan komunitas agar bagaimana bisa berkontribusi untuk pengembangan pariwisata di masa new normal,

“Di era pandemi ini edukasi seperti penerapan digitalisasi di desa wisata diperlukan. Nah di sini bisa kita lakukan dengan teman-teman media di satu titik agar bisa memberikan kontribusi ke situ,” tutupnya. (rd1)

Redaktur: Ja’faruddin. AS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com