Sinar Ajaib : Misteri Kursi Mbah Kunto-Bagian 3

Cerita Bersambung Oleh: Al Ghifari*

Tepukan tangan Nelson di pundak, membuatku siuman dari lamunan.

“Yuk, jalan lagi, Jay. Mumpung belum gelap.” Ajak Nelson.

Entah mengapa aku lihat Nelson nampak begitu bugar. Padahal ia baru terjatuh dan sebelumnya nampak pucat. Kali ini dia melangkah di depan.

Gapura yang menjadi penanda sudah dekat dengan kediaman Mbah Kunto. Melihat gapura itu aku teringat dengan model gapura di zaman kerajaan, baik yang pernah ku lihat di berbagai daerah maupun di film-film.

Gapura yang terbuat dari susunan batu gunung nampak menjulang kokoh. Warna hitam keabu-abuan berbalut lumut menandakan usia Gapura yang sudah sangat tua.

Tinggal beberapa langkah lagi kami sampai. Namun Nelson tiba-tiba berhenti. Ia membuka tas pinggangnya dan mengambil kamera. Sejurus kemudian dia membidikkan lensa kamera ke arah gapura. Tapi tiba-tiba dia berteriak penuh kecewa.

“Sial baterai habis!”

Buru buru ia mengambil HP di saku depannya dan mencoba memotretnya dengan HP. Nanun kali ini raut kecewanya semakin kentara. Sembari mengumpat ia menepuk jidat.

“HP ku pecah mati!” Ucapnya.

Ia menunjukkan HP di tangannya. Terlihat LCD hpnya pecah. Mungkin akibat tadi dia jatuh tersungkur. Aku berusaha menenangkan. Kemudian kutawarkan HP ku untuk digunakan mengabadikan gambar gapura.

Ku potret gapura berikut john yang berpose di bawahnya dengan merentangkan tangan. Tapi kali ini aku yang dibuat terheran. Sebab, hasilnya di luar kebiasaan. Foto nampak back light, padahal tak ada sinar yang mencolok dari belakang gapura. Cuaca cerah biasa, bahkan kabutpun tak ada di ketinggian setara puncak bukit di seberang desa.

Pikirku mungkin HP eror. Ku ulangi lagi untuk kesekian kalinya. Anehnya meski dari sudut pandang sama dan objek serupa, hasilnya berbeda-beda. Jepretan pertama seperti backlight sehingga nampak objek seperti siluet. Bidikan kedua tampak gelap sama sekali. Hanya nampak garis garis yang membentuk objek seperti sketsa. Jepretan ketiga bahkan hasilnya seperti memotret cahaya. Warnanya putih dengan gradasi kuning cahaya. Padahal kamera HP ku setting normal.

“Lihat hasilnya dong?”. Nelson terbelalak tak percaya. Namun kali ini dia tertawa sembari berujar,

“Keren benget hasilnya. Lagi dong, ntar gantian,” katanya sembari menyerahkan HP dan langsung berpose beda.

Aku kira Nelson bercanda dengan mengatakan hasil fotoku bagus, padahal jelas-jelas sangat buruk.

Akhirnya aku mencoba membidiknya dari sudut pandang berbeda.

Pada jepretan ke 4 ini aku mengawalinya dengan membaca doa dan menyebut nama Tuhan.

Aku kembali tercengang melihat foto yang dihasilkan. Sebab kali ini benar-benar berbeda dengan sebelumnya. (bersambung)

 *Penulis adalah penggiat forum penulis Kata Mata Pena Jogja (Komunitas penulis binaan jogjakartanews.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com