Cerita Bersambung Oleh: Al Ghifari
Nelson Nampak puas melihat hasil foto di HP ku. Dengan tanpa bicara ia tersenyum dan mengacungkan jempol. Tentu saja aku tambah terheran. Bagaimana tidak? aku melihat tak ada objek sama sekali dalam gallery HP yang sama-sama dilihat bersama Nelson. Di mataku terlihat jelas hanya ada cahaya putih yang memenuhi layar. Sangking penasarannya aku kemudian akhirnya bertanya.
“Maksudnya apa Son? hasilnya gini memang karena mungkin HP ku lagi error,” kataku.
Nelson malah tertawa. Kali ini aku agak dibuat tersinggung. Namun aku berusaha menahan emosiku. Bagaimanapun, dalam perjalanan menuju kediaman mbah kunto ini, hanya Nelson satu-satunya teman.
“Keren dong, HP error aja hasilnya sebagus itu. Udah yang penting jangan sampai dihapus. Yuk jalan,” ucapnya dengan nada serius.
Kali ini aku mencoba memahami ucapan Nelson. Memang sejak kami datang ke Desa seberang bukit, Nelson banyak berubah. Banyak yang aku rasa tak wajar dari sosok yang selama ini aku kenal normal-normal saja.
Aku menengok jam di HP ku. Waktu menunjukkan Pukul 16.30. Namun anehnya, cuaca masih cerah. Bahkan meski dingin terasa menembus tulang, namun tak ada kabut sama sekali. jalanan masih nampak jelas. Lagi-lagi aku berusaha untuk tidak berpikir keanehan-keanehan ini.
Setelah melewati Gapura yang benar-benar mirip seperti dalam film-film drama kolosal kerajaan tempo dulu, Nelson tiba-tiba berhenti. Lagi-lagi ia meminta foto tengah duduk di kaki gapura. Akupun menuruti, meski aku menduga akan mendapatkan objek yang aneh lagi.
Kali ini, aku hanya memotret tanpa mengecek di gallery. Akupun menolak ketika Nelson meminta aku memperlihatkan hasilnya.
“Udah hasilnya bagus, ntar aja. ni dah sore bentar lagi gelap, kita harus sudah sampai di tempat Mbah Kunto sebelum malam,” kataku.
beberapa meter melewati gapura, aku tak melihat ada tanda-tanda bangunan rumah. hanya saja, jalan memang mulai menyempit. Sepertinya jalan setelah dari gapura jarang dilewati orang. Semakin naik, hanya tersisa jalan setapak, bahkan nyaris tertutup rumput.
Kali ini hatiku mulai berdebar, terlebih bukan bangunan rumah yang ku lihat di depan, melainkan pohon beringin raksasa yang sudah berlubang. Mungkin karena fenomena alam atau faktor usia.
“Lihat Jay, itu ada rumah. Pasti itu rumah Mbah Kunto. Sebentar Lagi Kita sampai,” kata Nelson setengah berteriak. (bersambung)
*Penulis adalah penggiat forum penulis Kata Mata Pena Jogja (Komunitas penulis binaan jogjakartanews.com)
👍