Budaya  

Selamat Hari Kartini 2023, Menggugat Makna Cantik

A. Hanief Saha Ghafur. Karikatur: jogjakartanews.com
A. Hanief Saha Ghafur. Karikatur: jogjakartanews.com

Oleh: A. Hanief Saha Ghafur

Ketua Program Doktor Kajian Stratejik dan Global, SKSG, Universitas Indonesia

Let the beauty of what you love, be what you do. (Jalaluddin Rumi)

Sejatinya cantik itu relatif dan tidak universal. Bahkan bersifat parokialistik dan lokalistik milik suku dan ras tertentu saja. Namun semakin kencangnya hembusan globalisasi, memberi kesan gambaran cantik itu semakin kuat mengarah kepada perempuan Berbie berkulit putih dari Eropa dan Amerika.

Secara tidak sadar, menjadikan cantik khas wanita Barat menjadi referensi kecantikan dunia. Referensi itu semakin diperkuat oleh kekuatan ekonomi, teknologi, & pasar yg telah menglobalisasikan budayanya. Menjadikan cantik itu diperdagangkan & persaingkan. Seolah bagi yg kalah & tidak mampu bersaing tidak berhak untuk disebut cantik atau tidak boleh menjadi referensi cantik.

Sejatinya orang Afrika dan Afro-Americans juga punya definisi dan gambaran tersendiri tentang cantik, berbeda dengan orang Eropa dan Amerika kulit putih. Orang Afrika berkulit hitam tidak bisa dipaksa punya gambaran yg sama dengan orang kulit putih. Oleh karena itu, kita jangan pernah mau didekkte untuk mendefinisikan cantik menurut orang lain. Jadilah diri kita sendiri dan dimulailah dari dalam diri kita sendiri.

Hanya karena kesadaran kita dibombardir terus menerus oleh media, khususnya Barat sehingga kita punya imaji cantik itu identik dengan kulit putih. Bedak dan bonekapun harus putih. Memberi kesan hitam itu gelap, dan kotor. Cantik itu seperti wanita Barbie berkulit putih dari Paris, New York, London dan terutama dari pusat-pusat mode dunia. Hitam itu identik dengan jelek, kotor, dan gelap.

Sekarang coba berandai-andai kemajuan peradaban dunia itu ada di Afrika. Pusat mode dan industri kecantikan dunia itu ada di Afrika. Pasti kita semua berlomba-lomba meniru wajah Afrika. Bedak kita bukan putih, tetapi hitam. Bahkan itu bagi orang desa tidak perlu sulit mencari bedak, pantat wajan-pun juga jadi.

Sekarang pada diri orang-orang tertentu justeru gambaran cantik itu telah bergeser dari bermakna indah menjadi rasisme tanpa sadar. Kesadaran rasis berdasarkan warna kulit dan orientasi cantik. Menerima begitu saja kesan dan gambaran monolitik tentang cantik berdasarkan warna kulit. Apa yang salah ?? Yang salah adalah kesadaran diri kita sendiri yg reseptif, tidak kritis, dan menerima kebudayaan begitu saja. Terutama kosmopolitanisme budaya kaum urban melalui marketing & tebaran media promosi dan iklan komersial. Budaya inilah yg diglobalisasikan ke seluruh penjuru dunia. Diglobalisasikan dari pusat-pusat metropolis dunia ke daerah-daerah pinggiran (peripherals) di kampung-kampung kita.

Oleh karena itu, buatlah definisi cantik itu selalu subyektif. Tak semata cantik lahir, tapi juga batin. Tak semata kata benda, tetapi juga kata kerja. Seperti kalam hikmah dari Jalaluddin Rumi : Biarkan keindahan dari apa yang kamu cintai itu menjadi apa yang kamu lakukan.

Indah dan cantik dari apa yang kita lakukan dapat meneladani keteguhan dan kerja keras suatu keluarga yang saling menyokong. Anak dari ayah blantik sapi dan kambing. Dagangannya diserahkan ke anak gadisnya yg ambil kuliah di UNJ. Si Anak memanfaatkan waktu luang untuk kuliah sambil melayani para pembeli. Cantik tetapi berani kotor. Cantik sejati tak semata jadi etalase & pamer di rumah kaca. Tetap giat kerja untuk sukses mengabdi pada kehidupan. (Bisa ditonton pada Video di atas)

Saat ini banyak para Kartini Indonesia yang sudah maju, mandiri, dan sejahtera. Namun nun jauh di pelosok desa kita masih banyak perempuan yg perlu diberdayakan & disejahterakan. Mereka berani kotor, berkeringat, dan kerja keras sekedar mengais rezeki untuk keluarganya. Namun mereka tetap tegar dan berani bertaruh untuk kehidupan dan kesejahteraan keluarganya. SELAMAT HARI KARTINI. Salam dari Kartiyem, Karsiyem, dan Kartinem di desa untuk kita dan Anda semua. Salam HSG,
Depok 20 April 2023. (*)

53 / 100

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com