Politik tak lagi elitis, tapi ruang berekspresi dan beraksi bagi generasi muda
JOGJAKARTANEWS.COM, Yogyakarta — Bukan orasi kaku di podium, melainkan tawa, musik, dan dialog terbuka yang mengisi GOR Amongrogo sore itu. Di bawah semburat cahaya merah muda, PDI Perjuangan merayakan Hari Sumpah Pemuda ke-97 dengan cara yang segar dan egaliter melalui Merah Muda Fest, sebuah festival yang menjembatani dunia politik dengan semangat muda.
Sejak 25 Oktober, beragam agenda kreatif digelar: Town Hall Suara Muda, pameran komunitas, hingga konser kebangsaan yang memuncak pada Sabtu (1/11). Semua dikemas dalam semangat “Merah Berani, Muda Beraksi” — sebuah seruan agar politik kembali terasa dekat, hangat, dan menggembirakan.
“Merah Muda Fest adalah kegiatan dari, oleh, dan untuk pemuda. Kami ingin menunjukkan bahwa partai bukan sekadar ruang politik elitis, tapi rumah bagi ide-ide segar dan keberanian untuk beraksi,” ujar Nila Yani Hardiyanti, Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan sekaligus Ketua Panitia Merah Muda Fest.
Festival ini menjadi ruang terbuka bagi berbagai komunitas lintas daerah dan bidang. Salah satunya, Komunitas Abang None Jakarta, yang menyoroti pentingnya kepemimpinan muda dan kolaborasi lintas sektor. “Kami senang karena gagasan kami mendapat ruang dan respon langsung dari PDI Perjuangan, termasuk para anggota DPR RI dan kepala daerah yang hadir,” kata Audy Adhfani, perwakilan komunitas itu.
Tak hanya komunitas, para penerima Program Indonesia Pintar (PIP) juga turut hadir dari berbagai wilayah di Yogyakarta. Menurut MY Esti Wijayati, anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, PIP merupakan bagian dari perjuangan partai di Komisi X DPR RI untuk memastikan akses pendidikan merata hingga ke perguruan tinggi.
“Pendidikan adalah jalan kemandirian dan keberanian generasi muda untuk berdiri di atas kaki sendiri. Itulah semangat Sumpah Pemuda yang ingin kami hidupkan kembali,” ujarnya.
Dari forum Town Hall Suara Muda, lahir “Seruan Muda untuk Masa Depan Indonesia” — pernyataan kolektif tentang pentingnya partisipasi generasi muda dalam mewujudkan Indonesia yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.
Namun, di balik gemerlap acara dan sorak penonton, “merah muda” di sini bukan sekadar warna tema. Ia menjadi simbol politik baru yang mencoba melembutkan kesan keras warna merah partai banteng. Warna ini menandai babak baru: politik yang membuka pelukan, bukan sekadar menggenggam; politik yang mendengar, bukan hanya berbicara.
“Merah muda itu keberanian yang penuh kasih,” ujar salah satu panitia. “Ia warna antara idealisme dan empati.”
Yogyakarta dipilih bukan tanpa alasan. Di kota inilah dulu Bung Karno pernah menyalakan api kebangsaan dan menyebut PDI sebagai “banteng republik”. Kini, lewat tangan-tangan muda yang berani menafsir ulang semangat itu, api kebangsaan kembali berpendar — kali ini dengan nuansa yang lebih lembut, tapi tetap menyala.
FULL










