Mengarungi Sejarah Baitullah

Ka’bah, merupakan salah satu keajaiban dunia. Di sanalah, umat Islam di seluruh belahan bumi melebur menjadi satu-padu tatkala mampu memenuhi panggilan Allah untuk melaksanakan Rukun Islam yang kelima; ibadah haji. Dan ke sanalah hati umat Islam menuju saat melakukan sujud dalam setiap shalatnya.

Dalam catatan sejarah, Kakbah dibangun lebih dari empat ribu tahun yang silam oleh Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail. Hal ini, menjadi kebanggaan tersendiri bagi umat Islam karena Kakbah sebagai simbol pemeratu umat seagama tetap berdiri tegak nan agung hingga saat ini—bahkan hingga usia alam semesta berakhir. Sejarah mengenai Kakbah telah banyak ditulis oleh para sejarawan. Di antaranya, The Ka’bah karya Fathi Fauzi Abdul Mu’thi.

Dan kini melalui tangan R. Cecep Lukman Yasin, The Ka’bah tersebut berhasil dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Sejarah Baitullah; Kisah Nyata tentang Ka’bah Sejak Nabi Ibrahim Hingga Sekarang. Buku setebal 250 halaman ini, disajikan dengan gaya tutur naratif dan menyuguhkan dialog-dialog para pelaku sejarah. Tidak jauh beda dengan kisah-kisah Islami pada umumnya.

Penulisan sejarah Kakbah dengan gaya naratif-deskriptif sungguh bukan hal yang mudah. Sebab, rangkaian historis kaitannya dengan sejarah Kakbah harus diprioritaskan agar tetap berkesinambungan dan sahih. Hal itulah yang menjadi perhatian utama bagi penulis, sehingga hal-ihwal penting dalam sejarah Kakbah tetap tersampaikan dengan rapi dan apik.

Dengan penulisan yang sifatnya naratif ini, pembaca dapat lebih mudah menangkap hal-hal pokok yang disampaikan. Penulis berusaha menjadikan hal rumit menjadi sederhana sarat makna, sehingga mampu mengajak pembaca untuk menjadi bagian dari para pelaku sejarah. Menikmati buku terbitan Zaman ini, seakan tenggelam dan hanyut dalam lintasan sejarah ribuan tahun silam tentang Kakbah sejak Nabi Ibrahim hingga bertahun-tahun berikutnya. Bahkan seolah benar-benar menyaksikan proses penghancuran Kakbah, dan menyaksikan betapa kuasanya Allah dalam menjaga dan melindungi Rumah-Nya (Kakbah Baitullah).

Di antaranya seperti pada saat pasukan Abrahah bermaksud menghancurkan Kakbah, bahwa Allah dengan kuasa-Nya, secara tiba-tiba awan hitam berarak, langit berubah menjadi gelap pekat, dan sekawanan burung (Ababil) muncul membawa batu dari tanah liat yang panas terbakar pada paruh dan cakarnya. Burung-burung itu menghujani pasukan Abrahah dengan batu-batu itu, yang berjatuhan menembus kepala hingga jari kaki pasukan Abrahah (hlm. 107).

Maka, kekalahanlah yang diterima oleh Abrahah dan pasukannya.

Melalui buku ini, kita dapat belajar tentang ketabahan dan kepatuhan Hajar kepada suaminya, Ibrahim, tatkala Allah memerintahkan meninggalkan anak-istrinya di dekat sebuah gundukan tanah merah di tengah lembah yang sangat gersang. Meski dadanya gemuruh diamuk duka, kegelisahan, kebingungan dan ketakutan, Hajar memandang tajam ke arah suaminya, lalu berkata, “…aku yakin, Allah tidak akan menelantarkan kami.” (hlm. 13).

Kita juga bisa belajar mengenai ketaatan dan keikhlasan Ibrahin serta ketulusan Ismail dengan penuh keimanan tatkala mendapat seruan Tuhannya untuk menyembelih kurban, yang tak lain adalah Ismail sebagai kurbannya. Tanpa rasa takut—sebagaimana termaktub dalam Alquran Surat Ash Shaaffat Ayat 102—Ismail menjawab, “Duhai Ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (hlm. 27). 

Di lain hal, dapat belajar prihal ketaatan Ibrahim dan Ismail saat diperintahkan untuk membangun rumah-Nya. Perintah pun dilaksanakan oleh Ibrahim dan Ismail seraya memanjatkan doa dengan penuh kerendahan hati—adapun doa ini ter dalam Alquran Surat Al Baqarah Ayat 102—, “Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.” (hlm. 35).

Sejarah Baitullah ini juga dilengkapi dengan kemuliaan Masjidil Haram, Kakbah dan Air Zamzam. Namun, lain dari itu ada beberapa koreksi terhadap buku ini. Pertama, terkait dengan adanya beberapa kalimat yang salah ketik. Kedua, alangkah baiknya jika penulis sedikit menggambarkan keagungan-keagungan Tuhan yang diperlihatkan kepada Nabi Muhammad saat Beliau Isro’ Mi’roj. Tapi sayang, hal ini tidak didapatkan pada bagian kisah tersebut (hlm. 143). Wallahu A’lamu bi Al-Shawab. [*]

DATA BUKU:

Judul: Sejarah Baitullah

Penulis: Fathi Fawzi Abdul Mu’thi

Tahun Terbit: Cetakan I, 2015

Penerbit: Zaman

Tebal: 250 halaman
ISBN: 978-602-1687-57-4

*Lulusan Fakultas Syariah Instik Annuqayah, berdomisili di PPA. Lubangsa Selatan Guluk-Guluk Sumenep

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com