Panen Raya di Rejowinangun Potensial Jadi Wisata Budaya

YOGYAKARTA – Pertanian di Rejowinangun, Kecamatan Kota Gede, Kota Yogyakarta memiliki potensi untuk pengembangan wisata di Kota Yogyakarta. Masih dipertahankannya lahan pertanian di samping budaya kosmopolitan berdasar pada kebudayaan Jawa, memperkaya kearifan lokal di Kota Yogyakarta.

Halitu diungkapkan Wakil Walikota Yogyakarta, Heroe Purwadi, saat menghadiri panen raya padi di Rejowinangun, Kecamatan Kota Gede, Kota Yogyakarta, Selasa (14/8/2018),

“Ke depan, panen raya ini harus dikemas sebagai event budaya dan pariwisata. Jadi, bukan hanya kita saja, tetapi masyarakat dari luar Yogyakarta bisa menghadiri sebuah kegiatan pariwisata yang dinamakan panen raya,” kata Heroe.

Menurut Heroe, panen raya bukan sekadar seremonial ekonomi, tapi dibarengi dengan peningkatan dari segi kualitas produk yang dipanen.

“Karena, di wilayah Kota Yogyakarta yang tidak terlalu besar ini, kita tidak lagi bicara kuantitas, tetapi bicara kualitas dari panen raya itu,” ujarnya. 

Untuk meningkatkan  kualitas, kata dia, ada tiga aspek yang perlu dikemas dalam panen raya. Ia menjelaskan, pertama, kegiatan ekonomi yang harus bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Kedua, aspek budaya, yakni bisa menjadi tontonan bagi para wisatawan dan ketiga, aspek religi yang selalu dikaitkan dengan rasa syukur kepada Tuhan atas diberinya kesuburan dan hasil padi berlimpah. 

Dikatakan Heroe, untuk meningkatkan kualitas hasil pertanian, Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian (Perindagkoptan) terus memberikan pendampingan dengan melakukan penyuluhan kepada kelompok tani di Kota Yogyakarta,

“Selain itu, membantu penyediaan bibit unggul kepada para petani,”tukasya.

Ia menambahkan, Dukungan lain berkaitan dengan alih fungsi lahan, terutama pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Menurut Wakil Walikota, PBB pertanian sawah akan diberi harga khusus.

“Tadi sudah saya katakan bahwa PBB-nya harus diberi nilai khusus untuk lahan pertanian berupa sawah. Khusus sawah diberikan harga khusus untuk PBB-nya, sehingga masyarakat tidak lagi terbebani. Lah panene sepiro PBB-ne piro. Ya, walaupun di kota jadinya mahal, karena NJOP-nya seperti itu,” paparnya.

Menurutnya, tinggal lima kecamatan di wilayah Kota Yogyakarta yang memiliki lahan pertanian berupa sawah. Untuk itu, ia menegaskan, Dinas Perindagkoptan harus fokus, sehingga para petani pemilik lahan tertarik untuk terus bercocok tanam di lahan sawah.

Pemerintah Kota Yogyakarta tetap berkomitmen untuk menjaga sawah di wilayah kota Yogyakarta dengan terus mendorong para pemilik lahan agar tetap menjadikan lahan mereka sebagai lahan pertanian dan tidak dialihfungsikan.

Sementara itu, Komandan Kodim 0734/Yogyakarta Letkol Inf Bram Pramudia yang turut menghadiri panen raya mengatakan, panen raya di Kampung Rejowinangun sebagai kegiatan yang positif karena dalam wilayah perkotaan seperti Yogyakarta,panen raya merupakan salah satu konsep kegiatan pariwisata yang bertemakan pertanian,

“Selain itu pergeseraan dan perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan turut memicu perkembangaan argowisata yang diperkuat dengan isu terbatasnya lahan hijau atau lahan tanam,” tuturnya. 

Beberapa manfaat dari konsep argowisata perkotaan menurut Bram antara lain sebagai wahana untuk mendiseminasikan secara umum, sebagai kegiatan untuk memanfaatkan dan melestarikan lingkungan sekitar serta juga meningkatkan pendapatan tani perkotaan dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar,

“Selain itu juga  menambah nilai estetika pada lingkungan sekitar. Terkait kegiatan panen raya ini TNI juga memiliki komitmen sama dalam menjaga ketahanan di bidang pangan. Sekarang ada proxy war, yakni energi dan pangan. Kalau kita tahan di bidang energi kita tahan di bidang pangan , insya Allah Indonesia ini akan tahan dalam menghadapi situasi global sekarang ini,” pungkasnya. (kt1)

Redaktur: Faisal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com