Zakat dan Kesejahteraan Ummat

Oleh: Mukharom*

Badan Pusat Statistik (BPS), pada bulan Maret 2017, mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,77 juta orang (10,64 persen). Artinya berdasarkan data tersebut menggambarkan bahwa kesejahteraan masyarakat Indonesia belum sepenuhnya merata. Ketimpangan ini harus segera diatasi agar tidak terjadi konflik sosial berkepanjangan. Beban tanggungjawab yang sangat berat dipikul oleh pemerintaanh untuk mengatasi dan memberikan solusi, setidaknya mengurangi jumlah kesenjangan antara yang kaya dan yang tidak mampu.

Kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah dapat di representasikan dari tingkat hidup masyarakat, ditandai oleh terentaskannya kemiskinan, tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan peningkatan produktivitas masyarakat. Indikator keberhasilan yang dapat diukur dari individu dan realitanya. (Thomas dkk. 2005:15)

Pengertian sejahtera diartikan sebagai kondisi dimana individu maupun kelompok dalam keadaan makmur, sehat dan damai. Sedangkan sejahtera dalam pengertian ekonomi adalah mendapat keuntungan berupa benda. Istilah kesejahteraan tersebut mengandung makna yang sangat luas artinya bicara tentang kesejahteraan ukurannya tidak hanya materi saja seperti keuntuangan berupa harta benda, akan tetapi kesejahteraan berbentuk imateri harus mendapatkan perhatian juga  seperti rasa aman, damai, bahagia dan lain sebagainya. Sehingga ruang lingkup sejahtera menjadi lebih kongkrit yaitu lahir dan batin.

Islam sangat peduli akan keberpihakannya terhadap kaum yang tidak mampu atau masyarakat kelas bawah, bentuk tanggungjawab sosial tersebut telah diatur, termasuk ke dalam rukun Islam dan hukumnya wajib. Sebagai payung hukumnya tercantum dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 43, Artinya “Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah bersama orang-orang yang ruku”. Di dalam Surat At Taubah Ayat 103 menyebutkan “Ambilah zakat dari sebagaian harta mereka, dengan zakat tersebut engkau membersihkan dan mensucikan mereka” kewajiban ini mutlak bagi mereka yang sudah memenuhi nishab sesuai dengan ketentuan Islam. Apabila zakat dikelola dengan baik, maka bebean pemerintah akan semakin berkurang dengan peran serta lembaga pengelola zakat dengan tujuan yang sama yaitu mengentaskan kemiskinan.

Data Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menunjukkan serapan zakat di Indonesia masih rendah. Pada 2016, tercatat zakat masuk Rp 5 triliun. Jumlah ini hanya 1 persen dari potensi zakat di Indonesia sebesar Rp 217 triliun. Potensi yang sangat luar biasa jika dapat memaksimalkan dan mengelolanya, tidak hanya bisa mengentaskan kemiskinan dan mensejahterakan masyarakat bahkan dapat mengangsur utang luar negeri Indonesia. Ini bagian dari alternatif solusi dalam meningkatkan kesejahteraan ummat yaitu dengan menggalang sekaligus memaksimalkan potensi zakat, karena fungsi dan tujuan zakat itu adalah untuk pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan dan produktivitas.

Peran serta lembaga zakat juga sangat penting guna menampung dana zakat, lembaga zakat harus profesional dalam mengelola agar masyarakat yakin bahwa dana yang dikeluarkan untuk zakat sampai kepada tujuan dan sasarannya, oleh karena itu butuh pelatihan bagi pengelola zakat, terutama yang berada diwilayah terpencil yang susah dijangkau, hal ini juga membutuhkan peran serta ulama, ta’mir masjid maupun mushala serta tokoh masyarakat untuk memicu gerakan sadar zakat. Perlu diketahui bahwa jenis-jenis zakat ada dua yaitu Zakat Fitrah dan Zakat Mal (Harta). Zakat Fitrah ialah zakat diri yang difardhukan ke atas setiap individu lelaki dan perempuan muslim yang berkemampuan dengan syarat-syarat yang ditetapkan sedangkan Zakat Harta (Mal) merupakan semua harta yang dimiliki, disimpan, dikuasai, dapat diambil manfaatnya, adapun jenis zakal Mal diantaranya zakat profesi, zakat perniagaan, zakat binatang ternak, zakat pertanian, zakat emas dan perak, zakat tabungan, zakat saham dan zakat barang tambang, hadiah, temuan. Semuanya telah diatur tentang besarannya di dalam Al Qur’an maupun Hadits, dan secara legal formal sudah tertuang di dalam UU dan PP tentang zakat dan pengelolannya.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Zakat sudah ditetapkan, regulasi ini sangat penting dikarenakan potensi zakat yang sangat besar, mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam sehingga zakat sudah sangat melekat bagi masyarakat muslim, tinggal kebijakan negara untuk memaksimalkan aturan yang sudah ada, karena selama ini belum berjalan dengan baik, butuh sosialisi, butuh lembaga yang dekat dengan masyarakat, butuk teknologi yang memudahkan masyarakat untuk membayar zakat dan butuh pengawalan sekaligus pengawasan terkait alokasi zakat tersebut, itu semua belum berjalan dengan maksimal. Termasuk didalamnya harus ada penerapan sanksi bagi pengemplang zakat, sebagai perbandingan adalah negara tetangga Malaysia yang menerapkan sanksi dan denda terhadap muzakki yang tidak membayar zakat apabila sudah memenuhi nishab. Contoh aturan pajak yang sudah berjalan ternyata mampu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk taat membayar pajak. Dengan demikian masyarakat akan lebih sadar, bahwa harta yang dimiliki tidak mutlak artinya masih ada hak-hak orang lain yang harus terpenuhi, yaitu dengan cara membayar zakat.

Di dalam ajaran agama lain pun instrumen sejenis zakat diajarkan walaupun berbeda dalam penerapannya, contoh di dalam ajaran Hindu disebut “datria datrium” ajaran Budha “ sutta nipata” dan ajaran Kristianai “tithe” yang menarik adalah besaran kewajiban mengeluarkannya, dalam ajaran Kristiani misalnya tithe dikeluarkan sebesar 10 persen, sedangkan zakat pada umumnya adalah 2,5 persen. Artinya adalah prosentase zakat yang hanya 2,5 persen ini memberikan kesempatan kepada pemilik harta untuk memiliki harta benda lebih banyak dan angka 2,5 persen merupakan ukuran minimal, jika akan mengeluarkan zakat lebih dari 2,5 persen akan jauh lebih bagus.

Momentum ramadhan sangat tepat untuk berlomba-lomba berbuat kebaikan, termasuk di dalamnya diwajibkan untuk mengeluarkan zakat, yaitu zakat fitrah sebagai bentuk ibadah secara spiritual dan ibadah sosial dikarenakan fungsi zakat tersebut. Termasuk zakat Mal juga banyak yang mengeluarkannya di bulan Ramadhan, dengan banyaknya ummat muslim yang sadar dan menyadari betapa pentingnya zakat ini, maka dengan sendirinya kesejahteraan masyarakat akan semakin meningkat dikarenakan masyarakat akan berlomba-lomba menjadi muzzaki dibanding menjadi asnaf atau golongan penerima zakat. Harapannya anatara pemerintah dan masyarakat bersinergi bahu membahu untuk mengoptimalkan potensi zakat yang luar biasa besar dan besar manfaatnya ini. Potensi zakat dapat dimanfaatkan untuk memberikan modal usaha dengan pendampingan, sehingga tepat sasaran, kemudian pemberian beasiswa sampai ke perguruan tinggi bagi anak yang memiliki potensi tapi terkendala biaya, dan masih banyak fungsi zakat dan tujuannya untuk mensejahterakan ummat tinggal kreativitas pengelola zakat dalam mengaplikasikannya di dalam masyarakat dengan tetap berpedoman aturan yang berlaku. (*)

*Dosen Fakultas Hukum Universitas Semarang (USM) dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com