Seteru Abadi Jangkrik dan Tonggeret: Genosida Bangsa Garuda

Fabel by: Dul Waras
 
Riuh di Hutan Indoaisen tak pernah padam. Ada saja yang menjadi pemantik keributan. Berbabak-babak, seolah tak pernah kehabisan stok isu.
 
Jangkrik, Tonggeret, Kodok, Kelelawar dan aneka binatang yang mengaum, menggonggong, berdecak-decak, hingga melengking. Semua bersuara mencipta bahana disharmoni di angkasa yang kian sumpek dengan mega- mega pekat.
 
Ada saja yang dijadikan bahan untuk saling caci maki dan dukung mendukung. Seolah tak bisa bernafas jika tak ada seteru. Bukan intelektual dan negarawan kalau semua semua tak dihubungkan politik praktis.
 
Hari ini kisah pemuka agama kambing keseleo lidah, besok kabar burung di negeri monyet yang menyiksa warga minoritasnya, soal ucapan selamat perayaan agama Domba,  lusa apa lagi? Yang jelas, masih ada Pemilihan Kepala Distrik Hutan dan Pemilihan Umum Raja Hutan!
 
Kutub-kutub berseteru abadi terus saja beternak Isu. Ya, antara Jangkrik dan Tonggeret. Dua binatang kecil berotak kecil yang terus saja membuat bising dengan segala caci maki dan dukung mendukung.
 
Ruang-ruang hening di Hutan Indoaisen sudah mereka bajak. Betapa sulit untuk mencari wahana yang menyajikan ketenangan dan inspirasi.
 
Jangankan keheningan malam, bahkan kesejukan pagi, gairah siang, hingga keteduhan senja menjadi sirna.
 
Hutan yang dulu menjadi istana para Garuda, kini menjadi sarang Jangkrik dan Tonggeret penebar kebisingan. Sungguh Genosida Bangsa Garuda.
 
Tonggeret dan Jangkrik yang bertubuh dan berotak kecil jelas tak mengerti jika hutannya telah dibeli oleh Panda, Unta, Kobra, Herder, Pika. Bangsa-bangsa pendatang kuat, termasuk kuat dalam mendengar segala ocehan dan gerutuan Jangkrik dan Tonggeret. Tentu saja, karena mereka datang dengan headset di telinganya.
 
Jangkrik dan Tonggeret yang selalu jumawa tak bakal tahu kalau cukup disemprot dengan segelas insektisida saja, mereka bisa dibasmi dalam sekejap.
 
Sambil mendengar musik mandarin dari headset, Panda yang cedal berujar,
 
“Haiya, dasal bangsa Hutan Indoaisen, tolol ! Semakin kelompok Jangkelik (Jangkrik) dan kelompok Tonggelet (Tonggeret) nyaling bunyinya, semakin bikin emosi, semakin bodo kalian, ha ha ha”.
 
Sembari mendengar musik Hip Hop, Herderpun menimpali,
 
“Of course, karena emosi, kebencian membunuh logika.”
 
Kemudian Kobrapun berujar sambil berjoget,
 
“Aca aca, biar tambah Baperan kita kasih terus sinetron buat para betinanya, juga para remajanya.”
 
Unta menyambung sambil menikmati Gambus,
 
“Ane kasih dalil dalil perang biar tambah beringas. Biar tambah bahlul, lupa kalau agama sejatinya bikin sehat jasmani ruhani dan biar hidup damai dan bahagia dunia akhirat.”
 
Di sela alunan Shomyo, Pika kemudian memungkasi, 
 
“Haik, selain otomotif, ekspor juga film porno, biar nafsunya bukan untuk berfikir bikin teknologi, ha ha ha”.
 
Mereka semua kompak memantati bangsa Hutan Indoaisen. 
 
Sementara tanpa sadar Jangkrik dan Tonggeret terus saling caci maki hingga bulu bulu tipis dan rapuhnya rontok untuk kemudian mati sia sia (BERSAMBUNG).
 
Monumen Pelataran, Kalasan, Yogyakarta, 26 Desember 2019
 
Catatan:  Penulis sengaja menggunakan anonym karena berpegang pada perinsip; menulis bukan untuk tujuan agar terkenal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com