Oleh: Kahfi Nurohman
Pageblug adalah bahasa jawa yang terjemahan bebasnya adalah wabah yang tak jelas penyakitnya. Ya, seperti yang tengah melanda dunia hari ini. Apa itu? semua sudah tahu. Karena sudah teramat populer, saya merasa tidak perlu menyebutnya. Bukan karena ingin meniadakan atau menganggap remeh. Keberanian saya belum sampai ke tahap itu. Masih jauh levelnya dari drumer Band Asal Bali yang kontroversial dengan mengatakan pagebluk ini adalah buah konspirasi. Saya sungguh sadar, terlalu beresiko ketika ada yang mau mencoba-coba meremehkan pagebluk ini.
Ilmu saya juga jauh dari kata setara dengan dokter influencer di sosial media yang juga cukup vokal dengan gaya bertutur ala-ala milenial. Meski tak bisa mencerna ketika dia mengatakan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di jalanan tidak terpapar karena kekebalan tubuhnya sudah terbentuk secara alami. Katanya, mereka (ODGJ) terbiasa makan sampah dan sebagainya yang tidak higienis, sehingga justru aman dari pagebluk. Saya juga tak mau pertanyakan kenapa justru yang menjalankan perilaku hidup sehat malah bisa terpapar. Dokter, tenaga medis, para medis aja bisa kena, bahkan tak sedikit yang meninggal dunia karenanya. Toh, buat apa menyangkal? dia dan para koleganya jelas lebih pintar dan menguasai ilmunya.
Buat apa juga dikritisi? Pagebluk sudah membuat hidup susah, jangan pula memperunyamnya dengan mendebat orang-orang yang punya legitimasi untuk ngomong kesehatan. Setidaknya untuk otak yang pas-pasan seperti saya, jangan coba-coba menentang apa kata mereka. Pikirkan saja hal yang lebih penting, yaitu bagaimana besok bisa makan! Jangan berpikir aneh-aneh. Ya, khawatirnya bisa-bisa karena terlalu banyak pertanyaan yang mengganjal, otak kita akan meledak. Jangan sampai juga nanti malah memilih menjadi ODGJ saja, biar imunitasnya tinggi, termasuk imunitas hukum. Yakan orang gila bebas demi hukum.
Taat pada peraturan yang dibuat oleh para yang sedang memiliki kekuasaan adalah pilihan paling tepat, karena pasti aman. Biasanya aman pasangannya adalah nyaman. Kali ini saya sengaja memisahkan antara aman dan nyaman. Tentu saja, karena memang keduanya bukan satu kesatuan. Misalnya, ketika orang dikejar anjing gila, lalu menyelamatkan diri dengan naik pohon rambutan yang tinggi, pasti aman. Tapi belum tentu nyaman lho. Pasti beresiko kena ulat bulu atau minimal digigit semut. Tapi itu relatif lebih aman ketimbang digigit anjing gila!
Pagebluk tetaplah sesuatu yang harus diterima dan dihadapi. Meski sampai sekarang saya belum terpapar dan semoga tidak akan pernah terpapar. Kadangkala memang pasrah adalah sebuah pilihan tunggal dimasa pagebluk. Berusaha mematuhi aturan kesehatan adalah bagian pasrah, karena kalau melanggar pasti kena sanksi. Dimasa pagebluk ini, usaha yang pas adalah pasrah pada para yang memiliki kewenangan membuat peraturan. Keluh kesah jangan terlalu diumbar ke publik. Sebisa mungkin suarakan saja dalam hati. Itu sama dengan unek-unek dan pikiran yang sarat curiga dan tanya. Tak perlu diutarakan!
Saya kira tak perlu kecerdasan lebih untuk mengetahui bahwa pagebluk pasti akan banyak merugikan. Semua aspek terkena imbas buruknya. Tapi apapaun itu namanya pagebluk tetaplah penyakit. Soal jelas tidaknya penyakit itu, yang pasti akan ada obat, setidaknya ada sesuatu yang bisa mencegahnya. Bagi kita yang percaya Tuhan pasti akan mengamini, bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya. Obat atau apalah namanya itu, pasti diproduksi dan dijual. Ketika yang membutuhkan banyak, maka penjualan tinggi. Itu sesuai prinsip ekonomi : supply and demand.
Sebagaimana ada hukum ekonomi, hukum alam tentu juga masih berlaku; Ketiaka ada yang dirugikan, pasti ada yang diuntungkan. (*)
*Penulis adalah pembelajar di komunitas Kata Mata Pena Yogyakarta, penggiat 5 M, tinggal di Depok, Sleman, DIY