Pelayanan Publik Butuh Partisipasi Masyarakat

JAKARTA – Direktur Eksekutif Jakarta Public Service (JPS), Mohammad Syaiful Jihad menyayangkan minimnya aktivitas peringatan Hari Pelayanan Publik Sedunia atau Public Service Day yang jatuh setiap tanggal 23 Juni. Hal inipun terjadi di Provinsi DKI Jakarta, seperti tahun-tahun sebelumnya, peringatan Hari Pelayanan Publik tenggelam oleh gemerlap peringatan HUT Jakarta yang jatuh sehari sebelumnya. 

“Padahal, Hari Pelayanan Publik memiliki maksud penting untuk meningkatkan kesadaran pemerintah dan semua pihak yang bergerak di sektor publik mengenai pentingnya peningkatan pelayanan publik sebagai bagian dari upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat,” kata Syaiful di Jakarta, Selasa (23/06/2015).

Dengan salah satu misi Kota Jakarta yakni membangun pemerintahan yang bersih dan transparan serta berorientasi pada pelayanan publik, Hari Pelayanan Publik harus dijadikan momentum meningkatkan kualitas pelayanan. Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah DKI Jakarta saat ini, masih banyak dijumpai kelemahan, sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. 

“Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa maupun media sosial, sehingga dapat menimbulkan citra yang kurang baik terhadap aparatur pemerintah,” kata Syaiful. 

Lanjut Syaiful, salah satu indikasi pemerintahan yang baik (good governance) adalah keikutsertaan masyarakat dalam menentukan kebijakan publik yang akan diambil oleh pemerintah dalam pembangunan. Partisipasi masyarakat juga sangat dibutuhkan dalam menilai (evaluation) atau umpan balik (feedback) terhadap semua bentuk aplikasi atau penerapan (implementation) kebijakan-kebijakan pelayanan publik yang diambil. 

“Peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan dengan Survei Kepuasan Masyarakat untuk dijadikan parameter tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari penyelenggara pelayanan publik,” papar Syaiful. 

Hal ini telah diatur dalam UU No.25/2009 tentang Pelayanan Publik, PP No.96/2012 tentang Pelaksanaan Pelayanan Publik, dan PERMENPANRB No.16/2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggara Pelayanan Publik, yang menyebutkan bahwa penyelenggara pelayanan publik wajib melakukan Survei Kepuasan Masyarakat secara berkala minimal sekali setahun. 

Sayangnya, menurut Syaiful dari media massa, website dan media sosial, banyak penyelenggara pelayanan publik di DKI Jakarta seperti Badan, Dinas, Kotamadya, RSUD, BUMD, Suku Dinas, Kantor Badan, Puskesmas, Sekolah Negeri, Kecamatan, Kelurahan dan penyelenggara layanan publik lainnya tidak melaksanakan Survei Kepuasan Masyarakat.

“Kami meminta Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)menindaklanjutinya dengan mewajibkan seluruh penyelenggara pelayanan publik di DKI Jakarta agar melaksanakan Survei Kepuasan Masyarakat dan mengumumkan hasilnya kepada masyarakat. Bagi yang tidak melaksanakan, tidak usah dipromosikan ke jenjang yang lebih tinggi,” pungkas Syaiful. (Pr)

Redaktur: Herman Wahyudi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com