Mempertanyakan Apakah Cinta Petaka atau Anugerah

Oleh : Naila Aulia*

Cinta merupakan fitrah mutlak bagi setiap insan. Perlu diketahui bahwa cinta memiliki dua sisi yang berbeda, terkadang ia berwujud suatu anugerah yang mampu membimbing kita menuju surga illahi. Namun,  ia juga sanggup bertransformasi menjadi petaka  yang sanggup menjurumuskan pelakunya kedalam liang dosa, bahkan ulama sekalipun. Sebut saja Barsisho, seorang ahli ibadah yang memiliki ilmu luas nan mendalam, hingga memiliki lebih dari 60.000 murid dengan pengetahuan mumpuni. Ibadahnya kuat, shalat malam tak pernah ia tinggalkan barang sekali, segala amalan sunnah ia kerjakan dengan tunduk patuh lillahi ta’ala. Namun, akhirnya ia meninggal dalam keadaan su’ul khatimah akibat tunduk kepada nafsu wanita.

Berbicara soal cinta, pastilah tidak lepas dengan yang namanya bujuk rayu setan, Apalagi rasa cinta yang tumbuh sebelum adanya ikatan sakral pernikahan. Cinta jenis ini lebih akrab dikatakan sebagai nafsu belaka. Karena cinta yang haqiqi hanya berlaku setelah adanya pernikahan. Bukan salah siapapun jika rasa ini tumbuh sebelum menikah, karena ia datang secara alamiah sebagai bentuk dari fitrah manusia. Namun, kasus ini merupakan tantangan berat bagi pelakunya. Karena, cinta yang jatuh pada masa tersebut rentan akan tipu daya setan,  yang  begitu antusias menggoda anak adam dan hawa agar mengotori makna kesucian cinta. Tidak heran banyak pemuda-pemudi yang terjerumus dalam zina, mulai dari zina ringan hingga berat. Bahkan mereka belomba-lomba menampakkan nafsu yang mereka sebut dengan cinta itu, tanpa mengenal batas pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Cinta yang demikian itulah yang nantinya membawa petaka bagi penganutnya.

Cinta haqiqi yang membawa anugerah, ialah cinta dibawah naungan  iman dan taqwa dalam ikatan suci pernikahan, Selain sebagai pelengkap iman, cinta jenis ini pun mampu mendatangkan banyak pahala dan rahmat meskipun hanya dengan tindakan kecil. Rasulullah bersabda dalam sunnahnya: “Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan istrinya memperhatikan suaminya, maka Allah akan memperhatikan mereka berdua dengan pandangan penuh rahmat.”(Diriwayatkan Maisarah bin Ali dari Ar-Raafi’ dari Abu Sa’id Al-Khundzri R.A ) Dalam hadits di atas disebutkan bahwa ketika suami istri saling berpandangan saja, Allah akan memandang mereka dengan pandangan rahmat. Berbeda dengan ketika sepasang manusia yang bukan mahram saling berpandangan maka bukan rahmat yang Allah turunkan pada mereka, melainkan dosa semata. Karena yang demikian itulah zina mata. 

Kalaupun rasa cinta  itu datang sebelum menikah, maka hendaknya dibalut dengan diam dan do’a. Sesungguhnya itu lebih baik daripada mengumbarnya dengan ucapan dan perilaku manis yang justru berujung pada zina. Na’udzubillaahi min dzaalik.(*)

*Penulis adalah Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Powered by rasalogi.com