YOGYAKARTA – Benteng Keraton Yogyakarta yang juga disebut Benteng Baluwerti merupakan bagian penting dalam sejarah Kerajaan yang masih eksis berdiri agung hingga saat ini di tlatah nusantara. Peninggalan ini menjadi bagian tak terpisahkan dari Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Benteng ini didirikan pertama kali pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792), sang pendiri Kasultanan Yogyakarta. Namun pemrakarsa pendirian benteng adalah sang putera mahkota, Pangeran Adipati Anom.
Benteng yang berdiri kokoh mengelilingi kawasan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini dibangun sebagai reaksi atas berdirinya benteng kompeni, Benteng Rustenburg antara tahun 1765-1787. Benteng kompeni tersebut saat ini lebih terkenal dengan nama Benteng Vredenburg.
Beteng berdinding tebal dan jagang atau parit yang mengelilinginya merupakan satu kesatuan sistem pertahanan. Pun berlaku pada Beteng Keraton Yogyakarta yang dipertegas menjadi kompleks dengan bangunan permanen yang dilengkapi bastion dan plengkung.
Tidak banyak yang mengetahui, jagang didesain mengelilingi beteng. Parit digunakan sebagai garda depan atau pertama pertahanan baik pada bangunan pertahanan maupun strategi peperangan. Penggunaan jagang pada awalnya merupakan pertahanan utama pada beteng dengan tujuan mengantisipasi serangan dari berbagai arah.
Pada sisi luar Beteng Keraton Yogyakarta terdapat parit yang dalam dan jernih airnya. Bagian sisi luarnya diberi pagar bata setinggi satu meter. Pohon gayam ditanam sebagai peneduh di sepanjang jalan yang mengelilingi benteng.
Upaya Pelestarian dan Revitalisasi
Seiring perkembangan zaman, sebagian besar beteng kini telah tertutup pemukiman, termasuk jagang yang tertimbun tanah. Oleh karenanya Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bakal melakukan revitalisasi benteng agar tidak semakin tergerus oleh bangunan-bangunan baru.
Disbud DIY sudah mulai melakukan ekskavasi, salah satunya untuk merevitalisasi Jagang atau parit pertahanan.
Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY Dian Lakshmi Pratiwi mengatakan suatu beteng mempunyai beberapa komponen di antaranya bastion, plengkung dan jagang. Berdasar dari ekskavasi yang dilakukan Disbud DIY, hasilnya jagang berada di salah satu titik di depan Plengkung Gading berjarak 3 atau 6 meter dari plengkung tersebut merupakan bibir jagang.
” Jagang itu parit pertahanan. Dari data beberapa catatan naskah, kuda kala itu meloncat sekitar 3-6 meter tidak sampai. Analoginya, kami pernah melakukan ekskavasi jagang Beteng Vredeburg yang hasilnya mempunyai jarak 11-13 meter. Namun, belum dapat dipastikan apakah jagang beteng Keraton Yogyakarta memiliki jarak demikian,” tuturnya di Bangsal Wiyotoprojo Kompleks Kepatihan, Rabu (13/09/2023) lalu.
Berdasarkan hasil ekskavasi Disbud DIY, Dian menyatakan baru 6 meter di di depan plengkung sudah kepentok jalan sehingga dugaannya masih lebih panjang. Sebagai langkah awal jangka pendek Disbud DIY adalah mencoba menghidupkan kembali salah satu jagang tersebut guna menunjukkan kepada publik bentuk asli bangunan cagar budaya kawasan beteng.
Sebab, beteng adalah salah satu penanda keistimewaan dan media edukasi kepada generasi penerus. Bahwa, pernah terjadi peristiwa riwayat perjalanan sejarah perjuangan Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengamankan masyarakat di dalam beteng.
Meski demikian, upaya pelestarian jagang tak semudah membalikkan tangan. Dian mengaku butuh ‘effort’ lebih dan kajian terutama biaya untuk menghidupkannya kembali. Terlebih, area jagang sekarang sudah banyak dihuni bangunan-bangunan.
Namun setidaknya Disbud DIY memulai dulu dengan menghidupkan minimal mengutuhkan beteng menjadi satu kesatuan lengkap dengan plengkung, bastion dan jagang. Pihaknya tengah mengkaji pembukaan jagang sebagai pilot project atau salah satu perwakilan untuk dibuka.
” Tetapi, apakah akan dihidupkan seperti dulu? Ya, saya tidak tahu keputusannya seperti apa, tapi itu akan effort luar biasa. Minimal satu kesatuan komponen beteng itu bisa kita tampilkan untuk generasi mendatang, “imbuh Dian.
Dalam proses tersebut, Disbud DIY melakukan pengecekkan kembali status tanah yang ditempati, perjanjian hak dan kewajibannya. Ini bagian dari upaya Pemda DIY dan Keraton Yogyakarta mengedukasi masyarakat untuk sadar terhadap hak dan kewajibannya. Sehingga proses revitalisasi ini coba dilakukan dan membutuhkan waktu yang panjang.
“Upaya revitalisasi beteng keraton ini sudah sesuai regulasi Perwal Kota Yogyakarta Nomor 118 Tahun 2021 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Yogyakarta Tahun 2021-2041 dimana harus ada buffer space beteng antara 1,5 atau 2,5 meter. Jadi tidak menggusur tetap hanya menegakkan regulasi saja,” tandas Dian.
Pembukaan Kembali Jagang Beteng
Jika menanyakan seberapa pentingnya Jagang Benteng dibuka kembali? Sebenarnya kembali kepada seberapa penting Keistimewaan DIY? Berbicara Keistimewaan DIY unjung-ujungnya adalah kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapainya maka masyarakatnya harus mempunyai identitas dan karakter sehingga tidak hanya semata-mata fisik tetapi juga immaterial.
” Masyarakat Yogyakarta yang masih mengagumi beberapa nilai yang disimbolkan dalam beberapa bangunan heritage. Ketika nilai -nilai itu ada dikandung bangunan Keraton Yogyakarta, salah satunya masuk ke dalam beteng maka seluruh komponen bangunan beteng tidak boleh hilang. Karena cara kita bercerita tentang makna beteng harus ada bangunan beteng yang utuh,” papar Dian.
Dian menyebut konsep beteng ini menjadi bagian historis, Ilmu pengetahuan dan nilai masa apabila dikupas. Posisinya beteng sekarang itu sedang terancam kerusakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Disbud DIY. Beteng keraton rusak karena intervensi bangunan-bangunan, dinamika kota dimana ada beteng yang harusnya tertutup menjadi terbuka hanya untuk memudahkan mobilitas orang keluar masuk.
Apabila sebelumnya ada beteng yang ditutup (arah Jl. Bantul) itu karena ingin mengembangkan makna beteng sebagai penanda pertahanan. Selain itu, penanda penguatan masyarakat DIY akan nilai -nilai sehingga Disbud DIY akan mencoba mengutuhkan kembali beteng yang mempunyai komponen berupa bastion, plengkung dan jagang.
Sebelumnya, keadaan beteng dan sekitarnya pada zaman dahulu tersebut digambarkan dalam gubahan tembang Mijil yang dilansir dari situs Kemendikbud RI,
Ing Mataram betengira inggil,
Ngubengi kadhaton,
Plengkung lima mung papat mengane,
Jagang jero, toyanira wening,
Tur pinacak suji,
Gayam turut lurung.
Secara garis besar, lirik dari tembang tersebut menunjuk keberadaan beteng yang mengitari keraton, memiliki lima plengkung yang hanya tersisa empat, memiliki parit, dengan pohon gayam yang turut bersemi di sekelilingnya. (pr/kt1).
Redaktur: Hamzah