Sejarah dan Evolusi Jubah di Indonesia: Dari Simbol Kesalehan hingga Tren Fesyen
Oleh : M Saifullah, jurnalis dan pengamat sosial
Jubah atau thawb adalah pakaian panjang yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan beragama umat Islam di Indonesia. Namun, tahukah Anda bagaimana jubah bisa menjadi begitu populer di negeri ini? Mari kita simak sejarah masuknya jubah ke Indonesia dan bagaimana ia berkembang menjadi bagian dari identitas Muslim Indonesia.
Jubah mulai dikenal di Nusantara seiring dengan kedatangan para pedagang Muslim dari Arab, Persia, dan Gujarat sekitar abad ke-13–15. Pada masa itu, busana lokal tetap dominan, seperti sarung, kain lurik, batik, atau ikat kepala. Jubah hanya dikenakan oleh sebagian ulama atau tokoh yang punya hubungan erat dengan dunia Arab.
Peran haji menjadi faktor penting dalam memperkenalkan jubah lebih luas di Indonesia. Pada abad ke-19, ketika transportasi laut mulai memungkinkan jamaah Indonesia berangkat ke Mekah dalam jumlah lebih besar, jubah menjadi oleh-oleh simbol religius. Pulang dari Tanah Suci dengan jubah dianggap menandakan status sosial sekaligus kesalehan.
Memasuki abad ke-20 hingga sekarang, jubah semakin dikenal sebagai pakaian ibadah. Ada beberapa faktor yang mempercepat popularitasnya, antara lain:
1. Pengaruh Ormas Islam dan Pesantren: Beberapa ormas Islam yang menekankan gaya hidup sederhana ala Rasulullah ikut mendorong pemakaian jubah. Ulama dan ustaz yang menuntut ilmu di Timur Tengah juga membawa pulang budaya berpakaian Arab, termasuk jubah.
2. Media Massa dan Televisi: Sejak era 1990-an hingga 2000-an, banyak penceramah televisi tampil dengan jubah putih, sehingga memperkuat citra jubah sebagai pakaian orang alim.
3. Fenomena Hijrah: Tren hijrah di kalangan anak muda, terutama setelah maraknya kajian di kampus dan komunitas hijrah perkotaan, membuat jubah dianggap sebagai “busana Islami yang syar’i.
4. Industri Fesyen Muslim: Pasar fesyen muslim di Indonesia sangat besar. Jubah tak lagi hanya berupa potongan polos ala Timur Tengah, tapi juga dikreasikan dengan bordir, motif batik, hingga potongan modern.
Meski banyak yang memakai jubah dengan niat religius, ada juga kritik dari masyarakat. Sebagian orang menilai jubah adalah budaya Arab yang diimpor, bukan busana wajib dalam Islam. Ada pula sindiran bahwa memakai jubah sekadar untuk terlihat “lebih Islami” atau “sok alim”.
Fenomena ini justru menunjukkan dinamika identitas Muslim Indonesia. Di satu sisi, ada keinginan untuk menampilkan kedekatan dengan budaya Islam global, khususnya Arab. Di sisi lain, ada upaya untuk tetap menjaga identitas lokal dengan menggabungkan jubah dengan motif khas Indonesia.
Hari ini, jubah telah menjadi bagian dari kehidupan beragama umat Islam di Indonesia. Ia bisa hadir di masjid, pesantren, acara pernikahan, hingga catwalk fesyen muslim. Simbolnya pun berlapis: ada yang melihatnya sebagai pakaian ibadah, ada yang menganggapnya sekadar tren fesyen, dan ada pula yang menilainya sebagai pengaruh Arabisasi. Apa pun pandangannya, jubah kini tidak bisa dilepaskan dari wajah keislaman di Indonesia. Ia menjadi bukti bahwa pakaian bukan hanya soal menutup tubuh, tetapi juga identitas, simbol, dan kadang—gengsi religius.