YOGYAKARTA – Menjelang hari raya idul fitri, salah satu tradisi yang dinantikan masyarakat adalah Tunjangan Hari Raya (THR). Bahkan, gara-gara THR banyak orang yang menjalankan ibadah puasa menjadi ‘rusak’ ibadahnya.
“Banyak karyawan yang mengeluh THR belum turun, atau kurang, akhirnya berprasangka buruk kepada atasannya. Ini lazim terjadi menjelang Idul Fitri. Prasangka buruk dan rasa kurang bersyukur itulah yang bisa merusak puasa kita,” kata Budayawan Wahyu NH Aly, pengasuh mahabah budaya Lawang Ngajeng.
Menurut Wahyu, soal THR masyarakat perlu mencontoh Abdi Dalem Keraton Yogyakarta. Dikatakan wahyu, Abdi Dalem keraton Yogyakarta tidak pernah menyoal masalah THR, bahkan gaji yang diberikan keraton kepadanya.
“Abdi Dalem selalu bersyukur dengan apa yang didapatnya dari keraton. Itu dinilainya sebagai berkah, karena kerja mereka tidak berorientasi materi, melainkan pengabdian sejati, Sebagai contoh almarhum mbah Marijan sang abdi dalem yang bertugas sebagai juru kunci merapi yang digaji kurang lebih 5000/bulan. Bagi para abdi dalem, bukan materi yang yang penting, akan tetapi kesetiaan terhadap keraton yang berarti kesetiaan terhadap masyarakat Yogyakarta, itu lebih penting,” ungkapnya.
Urusan gaji para Abdi Dalem berbeda – beda, semisal untuk pangkat sebagai Panglima Perang Keraton, menerima gaji perbulan sebesar Rp. 45.000. Bisa dibayangkan bagi Abdi Dalem dengan jabatan di bawahnya? Berkisar antara Rp. 6000 hingga Rp. 15.000. perbulan. Menghadapi lebaran, para Abdi Dalem mendapatkan THR sebesar Rp 7000
Besaran THR yang diberikan kepada abdi dalem keraton sesuai dengan gaji bulanan mereka. Sehingga nominalnya tidak sama. Untuk abdi sekelas Juru Kunci Keraton Yogyakarta misalnya, mendapat Rp 15.000, sedangkan abdi dalem yang pangkatnya ‘Jajar’ ( baru diangkat ) mendapat Rp 7000. Bahkan jika abdi dalem hanya bertugas 12 hari sekali hanya menerima THR Rp 500.
Menurut salah seorang abdi dalem, Mas Bekel Hastono Raharjo Meski mengaku THR itu tak cukup untuk menafkahi anak dan istri, dia tetap merasa bahagia dan mensyukuri hadiah yang didapatkan dari keraton tersebut.
Menurut nya, Abdi Dalem Keraton itu berdasar nurani dan kemauan diri sendiri, tidak ada paksaan dari pihak manapun.
“Dasar kami adalah mengabdi dan ikhlas,” ungkapnya.
Namun demikian, Abdi Dalem ternyata juga mempunyai pekerjaan lain seperti menjadi pedagang, wirausaha, bahkan ada Abdi Dalem yang berstatus PNS atau memiliki pekerjaan sebagai dokter dan dosen di universitas tertentu.
Hal senada diungkapkan abdi dalem lainnya, Mas Jajar Yosowiromo . Dia menjadi Abdi Dalem, semata ingin mengabdi kepada nagari Ngayugyokarto Hadiningrat dan terutama kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga bukan ukuran uang yang mereka cari.
Apabila uang yang mereka cari, niscaya tidak ada lagi jumlah Abdi Dalem yang kini mencapai lebih dari 2500 an Abdi Dalem.
Para Abdi Dalem, kata dia, juga tidak merasa miskin dengan pendapatan tersebut, bahkan mereka merasa cukup dan dimudahkan dalam mencari rezeki.
“Kalau ikhlas dan selalu bersyukur, kita tidak akan merasa miskin,” katanya. (yud)
Redaktur: Rudi F